Medan. Selasa, 7 Januari 2025
Implementasi Agrement; Prodi PBA STIT Ar-Raudlatul Hasanah Medan Berguru dari Wakil Ketua I STAI Darul Arafah (STAIDA) Deli Serdang seputar Kepemimpinan Perguruan Tinggi.
Medan. Selasa, 7 Januari 2025, Wakil Ketua I STAIDA Deli Serdang, Dr. Usman Betawi, M.HI bersama Kaprodi PBA STIT Ar-Raudlatul Hasanah Medan H. Ahmad Fauzi Ilyas, M.S.I dan sektrertaris prodinyaIrwan Haryono Sirait, S.Fil.I., M.Pd, berdiskusi intens seputar kepemimpinan perguruan tinggi.
Dalam perbincangan tersebut proses dialog dua arahpun terjalin, panjang pembicaraan, seputar kepemimpinan, peluang penerimaan mahasiswa baru, sikap kepercayaan kepada keorganisasian BEM Mahasiswa.
Selain dari pada itu, saling bertukar pikiran untuk mendapatkan pembelajaran dan pelajaran serta informasi yang mahal juga terjalin satu sama lainnya. Mulai diskusi usai magrib tanpa terasa 3 jam telah berlalu, jika disimpulkan, terdapat banyak hal dan titik poin penting, untuk itu kami catatkan di sini hasil diskusi kami, di antaranya:
· Kemandirian kampus membutuhkan keberanian dan solidaritas dari unsur sivitas akademika, terutama di mulai dari posisi teratas sebagai top leader di kampus, yaitu ketua dan para wakil-wakil ketuanya.
· Statuta, ortala, visi-misi kampus, menjadikan dasar terbukanya cakrawala berpikir para dosen, termanifestasi dalam aksinya di lapangan.
· Secara pola pikir antara guru dan dosen itu harus berbeda, dosen harus lebih terbuka untuk percepatan, kemajuan, hubungan kolaborasi, relasi, Kerjasama dan tidak henti-hentinya berinovasi, sebab yang dihadapi setiap harinya adalah mahasiswa yang terus tumbuh simultan, energik tanpa henti.
· Kampus adalah pusat pengembangan di bidang ilmu dan akademik, bukan profit oriented, sehingga perlu dipahami bahwa informasi dan relasi adalah aset dan harta karun yang sangat mahal, perlu dijaga dan dicari setiap harinya. Hal ini salah satu hal penting menuju perkembangan dan pengokohan perguruan tinggi.
· Peran ketua sekolah tinggi dan wakil ketua sama-sama bersinergi untuk mengkomunikasikan informasi dari bawah kepada Yayasan. Sehingga komunikasi terjalin dengan baik, dengan begitu perlahan perguruan tinggi berbasis pesantren dapat bertahap menuju kemandirian sistem secara totalitas.
· Mempercayakan pekerjaan para civitas akademika pada bagiannya adalah keharusan, sehingga menciptakan miliu kepercayaan dan tanggungjawab yang kokoh.
· Masing-masing unsur dari kampus mesti tahu TUPOKSI (tugas pokok dan fungsi), tidak saling mencampuri urusan satu dengan yang lainnya, atau juga tidakacuh terhadap tugas yang seharusnya dikerjakan dengan baik.
· Analisis “SWOT” untuk penerimaan mahasiswa baru merupakan tanggungjawab wakil ketua akademik dan ketua sekolah tinggi, sehingga paparan perencanaan penerimaannya, merupakan informasi bagi Yayasan, dan pengetahuan bagi prodi-prodi serta seluruh civitas yang hadir dalam rapat. Selanjutnya pola yang dirumuskan ketua dapat disingkronisasi dalam pengerjaan dilapangan baik secara ideologi maupun aksi.
· Dosen harus benar-benar memiliki rasa dan ruh kedosenan, yaitu dalam arti universal sebagai kaum akademisi yang bersinggungan langsung terhadap teori/konsep dengan lapangan secara bersamaan.
· Dalam tradisi kepemimpinan, dosen mesti memiliki rasa kepercayaan kepada BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa). Biarkan pergerakan BEM menjadi cara mereka menumbuhkan rasa kecintaan mahasiswa pada almamaternya. Tidak lagi dicekoki selalu, tidak lagi disuapi selalu, namun biarkan makan, makan sendiri. Biarkan naik sepeda, naik sepeda sendiri. Tidak mesti dipegangi terus menerus, tapi pantaulah dari kejauhan, panggil dan nasehati jika ada yang tidak pas, tapi bukan di depan umum, mesti paham profesionalitas, privasi dan harga diri.
· Respek adalah harga yang mahal dalam organisasi, sebagai wakil ketua I bidang akademik, prodi adalah bawahan saya yang harus saya dukung, saya percayai, saya backup dan saya bela benar-benar, selalu saya jaga, jika salah saya ingatkan, jika benar saya apresiasi, dengan tetap mempercayakan dan menjaga ini, mereka jauh lebih menghormati saya dan saya juga tetap hormat dengan mereka.
· Pada intinya kepemimpinan di perguruan tinggi ini adalah kelihaian kita dalam memandang permasalahan itu sebagai bentuk pendewasaan. Kelihaian kita memandang masalah dari sisi solusi. Memandang konsep dari sisi pelaksanaan. Sehingga pada akhirnya kepemimpinan bukan untuk ditakuti, tapi dirindukan. Hingga akhirnya saling menghargai dan cukup menciptakan vibes kerja yang harmoni.
Edited By Prodi PBA STIT RH Medan