Rabu, 29 April 2020
Medan, 06 Ramadhan 1441H
***
Islam dalam arti kata kepasrahan pada agama kedamaian, percaya dengan haqqul yakin bahwa Allah swt adalah Tuhan semesta Alam, Muhammad Rasulullah, Al-Qur’an mu’jizat untuk seluruh umat manusia di dunia yang diturunakan Allah bagi umat akhir zaman, pada akhirnya akan menuntun kita pada satu titik keyakinan bahwa “Laa ilaaha Illallah Muhammadur Rasulullah” (Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw adalah utusan Allah.)
Dengan memahami konsep Islam, perlahan iman akan tumbuh dengan sendirinya. Sebuah keniscayaan dalam hati untuk meyakini dan membenarkan bahwasannya Allah swt itu ada (wujud) dengan segala sifat-sifat dan kesempurnaanNya. Selanjutnya mengucapkannya lewat lisan, dan memanifestasikannya lewat perbuatan sehari-hari, seraya melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan Allah swt.
Adapun pada asas tertinggi, Ihsan menaikkan kita pada taraf cinta Allah karena Allah swt, dengan penuh ketulusan, sehingga segalanya dikerjakan seakan-akan kita bertemu mata dengan Allah swt, namun jika hal itu juga belum terasa, keyakinan bahwa Allah melihat kita adalah sebuah kepastian.
Dengan demikian jika Islam, Iman dan Ihsan benar-benar dijalankan dalam konsep sesungguhnya, semua insan akan kembali pada fitrahnya, kembali menjadi umat yang beradab, kembali mejadi umat yang berakhlak sehingga lambat laun peradaban Islam akan kembali kepada masa kejayaan yang pernah tersimpan dalam catatan sejarah kedikjayaan Islam dan kaum muslimin di dunia.
Untuk memahami ucapan sederhana dokter hamid, untuk menerapkan tiga konsep asas peradaban diatas, aku merasa miskin pengetahuan. Ilmuku belum sampai, aku butuh tambahan nutrisi otak, aku harus belajar sebagai tambahan suplemen akalku, dalam usaha membolak-balikkan lembaran catatan, Aku terkesima membaca untaian kata Imam Al-Ghazali: “Menuntut Ilmu adalah takwa; menyampaikan Ilmu adalah ibadah; mengulang Ilmu adalah zikir; Mencari Ilmu adalah jihad”
Pertanyaanku dalam hati, di bagian mana menuntut Ilmu itu merupakan kerugian? Dimanakah letak beban dari belajar jika belajar itu sendiri merupakan wujud taqwa! Bagaimana tidak beruntungnya hati ini jika menyampaikannya juga ternilai ibadah di sisi Allah! Bukan kepalang bahagianya ketika membaca ulang kaji ilmu yang di dapat itu seperti dzikir kepada Allah! dan Kurang syukur apalagi jika semangat mencari ilmu dan keistiqomahannya juga ternilai jihad di sisi Allah swt! Masya Allah, Tabarakallah, tidak henti-hentinya kecintaan Allah pada hambanya yang berilmu, hingga akhir hayatnyanya pun jika masih mecari ilmu ternilai sebagai matinya para syahid di Jalan Allah swt. Semoga kata-kata Imam Ghazali tersebut dikabulkan oleh Allah swt, sehingga menjadi tuntunan dan semangat baru bagi diri yang kosong ini, bersemangat mengisi kekosongan akal ini dengan ilmu.
“Ya Allah swt, ilhamkanlah kepadaku kecintaan, kesabaran, ketabahan menuntut ilmu hingga akhir hayat menjemputku, sebagaimana Engkau wahyukan kesabaran pada nabi Nuh dalam berdakwa selama 950 tahun, sebagaimana Engkau wahyukan keberanian dan keteguhan nabi Ibrahim melawan kezaliman pemerintahan raja Namrudz, sebagaimana Engkau wahyukan keyakinan dan ketetapan hati pada nabi Musa menghadapi ketakabburan Fir’aun, sebagaimana Engkau wahyukan keselamatan pada nabi Isa ketika umatnya mendurhakainya, dan sebagaimana Engkau bersihkan hati Rasul-Mu Muhammad saw sehingga tak ada dendam dalam hatinya, akan cercaan umatnya selama ini, tak ada marah atas ketidaktahuan mereka malah menambahkan rasa cintanya pada mereka. Bukankah mereka adalah Ulul Azmi-Mu ya Allah. Terimalah Amal baik nabi-nabi kami tersebut ya Allah dan perbaiki amal kami agar mendekati nabimu ya Allah.”
Bukankah hampir-hampir orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya di jalan Engkau itu derajatnya seperti mencapai derajat para Nabi dan Rasul-Mu?
Dalam sebuah Terjemahan hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2322, Hadist Hasan. Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari ilmu”
Tidak cukup rasanya jika tulisan ini di akhiri tanpa pesan kyai, sosok yang menjadi panutan, lambang lautan keilmuan, lambang ke wara’an, lambang sebuah keikhlasan, lambang dari kecintaannya pada dunia pendidikan. Berikut petikan pesan KH. Hasan Abdullah Sahal. (Wallahu yarham) “Campakkan kertas ijazahmu kalau hanya menjadi penyakit cari kerja! Banyak orang bertitel tanpa kualitas, banyak orang berkualitas tanpa titel” (KH. Hasan Abdullah Sahal)
Wallahua’alam, Wallahu’aliimum Bima fisshuduur, Wallahu Akbar, Laa haula wa laa quwwata illa billahil’aliyyil ‘adziim.
***
0 comments :
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi dan berkomentar bijak di situs ini.