“
Mengapa kita mengambil muka kepada manusia, padahal mereka pun budak seperti kita adanya. Mereka pun lemah tak berdaya, tak dapat menolong dirinya sendiri, jangankan menolong orang lain. Mengapa kita tidak sadar akan kekuasaan khalik, padahal di tangan-Nya ada hukum hidup dan hukum mati.
Prof. Dr. Hamka
“
Untaian kata indah, bernas, memiliki ruh tersendiri untuk menyadarkan umat, bahwa sepenuhnya harapan, do’a, permohonan adalah kepada Allah swt, tidak boleh menghamba pada manusia, tidak boleh mencari-cari muka di depan manusia, apalagi menganggap manusia adalah segala-galanya. Tidak, luruskan pemahamanmu… Pulihkan kembali imanmu, Mari bersama beristighfar. Astaghfirullahal’aziim..
“Perbaikilah akhlakmu.” حسنوا أخلاقكم
Satu pesan Rasul kepada umatnya, untuk senantiasa memperbaharui akhlaknya guna menjadikannya makhluk Allah yang terpuji di dunia dan akhirat.
Untuk penjelasan buku ini, lebih lengkapnya pernah saya tuliskan di laman website yang berbeda, jika berkenan dan ingin membaca ulasan singkat buku ini, teman-teman bisa membacanya di link berikut ini:https://stit-rh.ac.id/2018/03/20/karakter-bangsa-terbaik-menurut-hamka/
Sedangkan pada tulisan kali ini, penulis mencoba mengutip petikan pesan Buya Hamka pada halaman 53-55, beliau mengingatkan, bahwa tahapan awal untuk menjaga diri dari akhlak tercela, adalah dengan menjahui sifat, dan perilaku kaum munafik. Dengan menjahuinya semoga jalan menuju akhlaqul Karimah semakin lapang.
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَرَغْمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَاأُؤْتُمِنَ خَانَ
“Tiga perkara, barangsiapa yang terdapat pada dirinya tiga perkara, maka ia terhitung seorang munafik meskipun dia puasa, meskipun dia shalat, meskipun dia mengaku seorang Muslim. Apabila bertutur, berdusta; apabila berjanji, mungkir; apabila dipercaya, khianat.” (HR. Abu Ya’la)
Seorang penyair Arab membuat pepatah yang harus dipegang supaya diri kita tidak dikatakan munafik, yaitu:
لَا تَقُوْلَنَّ إِذَا مَا لَمْ تُرِدْ # أَنْ تُتِمَّ الوَعْدَ فِيْ شَيْءٍ نَعَمَ
“Janganlah engkau katakan ya, dalam suatu perkara jika engkau tidak menyempurnakan janjimu.”
Dalam sebuah kisah rasul juga diabadikan berjuta nilai, ada keteladanan disitu, ada ketulusan, ada sosok tepat janji, dan banyak nilai tersirat yang kiranya bisa memberikan sedikit pencerahan.
Berkata Abdullah bin Abi Khansa r.a. bahwasanya dia pernah membuat perjanjian dengan Nabi Muhammad saw. Ketika beliau belum diutus Allah swt menjadi rasul. Ada satu perkara yang masih belum diselesaikan, maka berjanjilah dia dengan Nabi saw. Untuk bertemu di suatu tempat keesokan harinya. Kemudian Abdullah r.a. lupa pada janjinya di hari pertama dan lupa pula hari yang kedua. Pada hari ketiga, barulah dia teringat. Segera dia datang ke tempat perjanjian itu. Didapatinya Nabi saw, berada di sana. Setelah bertemu, berkatalah Nabi saw, kepadanya, “Hai orang muda, engkau telah menyakitiku demikian rupa, saya telah menunggu kedatanganmu sejak tiga hari yang lalu.”
Demikianlah kisah teladan Rasul menunjukkan betapa mulianya akhlaknya, semoga sebagai umatnya, kita dapat mengikutinya, Aamiin, Ya Rabbal’aalamiin. Semoga dengan mengikuti beliau, bershalawat dan berdo'a setelah adzan menjadi alasan mendapatkan syafaat beliau di hari akhir kelak, aamiin.
Tulisan yang sangat menggugah hati untuk mampu menjadi kepribadian yang berakhlak mulia
ReplyDeleteBarakallahu fiikum ustadzi
Syukron ust. Wafiq, Jazakumllah khoir... Antum juga moga kuliahnya lancar ya,.. dan satu lagi jangan lupa, Sibolga membutuhkan pemimpin yang luar biasa,.. Persiapkan diri Antum untuk penerus selanjutnya ya.. 👍🏻 💪🏻
Delete