Dunia dan Manusia
Sebagaimana halnya dunia yang memiliki banyak fungsi, manusia juga demikian. Dunia pada satu waktu menjadi tempat bernaung manusia, di waktu lain juga sebagai tempat ekosistem alam berlangsung, di lain posisi juga sebagai satu buah planet dalam tatasurya yang memiliki tanggungjawab tertentu; satu waktu menjadi dunianya manusia, satu waktu menjadi tempat tinggal semua makhluk yang ada di dalamnya, baik itu hewan ataupun tumbuh-tumbuhan yang terus tumbuh dan makhluk yang lain yang juga berkembang terus melewati perubahan zaman.
Manusia juga demikian, memiliki multi fungsi. Pada satu posisi dia sebagai seorang hamba, dia sebagai khalifah di keluarga, dia sebagai orang tua bagi anak-anaknya, dia sebagai anggota atau ketua dalam tempat kerja, atau dia sebagai guru bagi anak didiknya, atau bahkan dia menjadi sosok kyai dari pondoknya; dari hal-hal tersebut, cukup untuk mengatakan bahwasannya hidup dan bertumbuh adalah pilihan terbaik dalam menghadapi ragam posisi manusia itu sendiri.
Andakah Manusia Perfect Itu?
Beralih kepada manusia, akankah manusia bisa perfect di dalam semua bidang yang dia lakukan? Bisakah ia maksimal dalam semua fitrah yang dia miliki sebagai seorang makhluk? Sebab fakta yang sering terjadi di lapangan. Jika seseorang sangat konsen di tempat kerjanya, maka keluarga akan tertinggal. Jika fokus mengurus keluarga, pekerjaan akan terkesampingkan. Jika lebih intens pada profesi bisa jadi pekerjaan dan keluarga terbengkalai di waktu yang bersamaan. Semuanya tidak bisa maksimal, maka bagaimana caranya? Caranya adalah selesaikanlah satu persatu, hingga tuntas satu persatu.
Apapun yang dilakukan seseorang, tidak mesti perfect di awal, sebagai contoh dalam menulis buku, tidak mesti harus sempurna baru diterbitkan, akan tetapi cukup setelah penulis merasa naskahnya sudah cukup untuk diterbitkan, maka berusalah untuk menerbitkannya. Setelah semuanya selesai, baru masuk fase kedua, merevisi yang sudah diselesaikan di awal tadi.
Bagi Anda yang perfectsionis, selalu berfikir tentang kesempurnaan, tidak ingin melakukan kecuali nilainya sempurna tanpa cacat, menurut kaca mata pribadi penulis, sesekali jangan terbebani dengan pola kerja seperti ini, sebab inilah solusi agar Anda bisa adil dalam setiap bidang yang membutuhkan posisi Anda ada disana. Jika dibutuhkan menjadi seorang ayah, Anda bisa memberikan waktu untuk keluarga. Jika dijadikan sosok guru Anda dapat hadir di depan santri sebagai seorang guru. Ketika diminta pulang kampung, Anda bisa pulang kampung mengunjungi orang tua Anda. Sehingga pada akhirnya tentang perfect adalah tentang bagaimana upaya ekstra Anda, untuk melanjutkan perjuangan secara bertahap dan konsisten (Istiqomah), bukan tentang perfect atau tidak perfect itu sendiri.
Poin Pentingnya
Pada akhirnya jika manusia dalam hal ini pemimpin, berjalan dengan mengikuti ritme kewajibannya yang lebih diutamakan, lalu mengerjakan yang sunnah, kemudian menuntaskan yang mubah, maka tidak akan ada rasa gundah, dalam hatinya, sebab secara fitrah, hati kecil Anda mampu membedakan bagaimana bobot kerja yang harus diletakkan pada posisi kewajiban, sunnah dan mubah. Jangan membohongi diri Anda sendiri lagi. Cukup katakan: "Ya Saya sadar, dan kini Saya insaf dan ingin memperbaikinya lagi."
Perfect adalah kata Ideal yang tidak ideal bagi pesantren. Sebab inti dari bekerja adalah pergerakan yang terus simultan dan tak pernah henti. Dalam bekerja, cobalah hal baru, terus berekplorasi, kolaborasi dan tetap saling berdiskusi; jangan takut untuk berbuat, tidak mesti perfect, tapi harus istiqomah dan tuntas.
Keistiqomahan dengan sendirinya akan mengenalkan siapa sosokmu, bidangmu dan fokusmu. Lebih jauh, masyarakat akan mengenal kepribadianmu. Sedangkan kerja tuntas adalah akhir yang harus dikerjakan, sebab tidak ada amalan yang baik tanpa penuntasan.
“…. Walakin Saddidu, bukan Syaddidu! Bi syin,” tetapi tepat-tepatkanlah. Apa itu tepat-tepatkanlah, di sinilah ada beberapa penafsiran yaitu menepatkan niat kita lillah, menetapkan bahwa apa saja yang kita kerjakan lillah, di sinilah letak arti istiqomah. Ujar KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA dalam Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor.
Maka bagi siapapun yang beristiqomah, sesungguhnya tidak ada kekhawatiran dan ketakutan dalam menghadapi hidup ini, karena Allah swt telah memberikan kabar gembira dengan surga yang dijanjikan.
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian meraka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjiakan Allah kepadamu” (QS. Fussilat: 30)
Wallahua’lam.
Sumber Inspirasi Dari:
Abdullah Syukri Zarkasyi, Bekal Untuk Pemimpin Pengalaman Memimpin Gontor, Kedua (Pondok Modern Gontor Ponorogo, Jatim: Trimurti Press, 2011).