Di pesantren ujian itu banyak, bisa kapan saja, di mana saja, dan dalam hal apa saja. Maka pertanyaan apa saja ujian di pesantren selain ujian lisan, mestilah berujung pada penjelasan sangat panjang yang tak ada ujungnya. Pastinya keberhasilan dari apa saja, ujian selain ujian lisan yang terdapat di pesantren menjadi bekal seorang santri dan santriwati untuk dapat bersikap proporsional pada permasalahan-permasalahan kehidupan, Maka tak heran jebolan pesantren, terlihat tidak gerusah-gerusuh bila melewati permasalahan demi permasalahan, cobaan demi cobaan yang silih berganti. Sebab sebelumnya mereka telah lulus uji.
Untuk menjawab pertanyaan dari soal di atas tentang apa saja ujian di pesantren selain ujian lisan, nampaknya perlu di ‘break down’ ke dalam beberapa contoh.
Pertama, sebut saja ujian keberanian, di pesantren keberanian selalu diuji dengan beragam metode. Persis seperti ingin mengetes kemampuan dari ketahanan suatu barang, agar supaya mendapatkan standar nasional atau internasional harus lulus uji tes berkali-kali. Nah untuk keberanian, santri juga dilatih agar mampu membangkitkan keberaniannya dan memupuknya agar bisa tumbuh subur, apa medianya? Banyak. Bisa lewat berbicara di depan ratusan teman-temannya, bisa lewat keberanian mereka tampil dalam pidato bahasa asing di depan ribuan santri dan santriwati. Hebatnya lagi, bukan saja berbahasa Indonesia, namun juga bahasa Arab dan Inggris. Bukankah hal ini sudah cukup menyatakan bahwa mereka telah lulus uji dari materi keberanian?
Berorasi di depan umum, mengutarakan ide-idenya, adalah aktifitas luar biasa yang nyaris tidak semua orang miliki, untuk itu, satu bekal calon pemimpin sudah diboyongnya sekaligus oleh santri pesantren, pertama keberanian kedua kemampuan berorasi berapi-api, berani, lugas, lantang dan tak kenal takut. Inilah yang menjadikan alumni pesantren itu barang langka, di tengah-tengah kebutuhan umat agaknya.
Kedua, ada ujian kesabaran, di saat yang lain sudah mulai bersedia menghadapi ujian lisan, seorang santri masih kebingungan menghafal yang tidak masuk-masuk dari kemarin, maka sabarlah dan teruslah belajar; teman-teman yang lain sudah pada dikunjungi orang tuanya, lah seorang santri masih belum bisa dimudifin juga untuk bulan ini, maka sabarlah. Teman-teman yang lain dapat menghadapi ujian dengan keadaan sehat, beberapa santri lainnya kebetulan sakit, maka sabarlah. Yang lain menjalani pendidikan tanpa memikirkan permasalahan keluarganya, lah beberapa santri harus berbagi pikiran, memikirkan masalah di rumah dan kewajiban belajarnya di pesantren, maka bersabarlah. Di saat yang lain memiliki buku pelajaran yang lengkap, alat tulis yang lengkap, bahkan dilengkapi dengan uang jajan yang cukup, sedangkan setengah dari jumlah santri boro-boro uang jajan, untuk membeli buku pelajaran yang dihilangkannya karena keteledorannya kemarin saja sulit, butuh menunggu pergantian bulan ke bulan depan, mengganti bukunya dengan jatah uang tabungannya di awal bulan depan, maka bersabarlah. Nah ujian kesabarannya banyak bukan? Santri dituntut belajar bersabar sejak dini, dalam dinamika kehidupan 24 jam di pondok, membuatnya harus bertahan dalam kondisi yang tidak semuanya sama. tidak semuanya serupa.
Do'a dan harapannya pun, mudah-mudahan setumbuhnya ia menjadi remaja nanti, dewasanya nanti, dapat menjadi sosok bijaksana yang arif dan sabar saat menghadapi masalah dan memutuskan putusan. Bukan sesuka hati mengikuti hawa nafsunya, tapi dengan pertimbangan maslahah dan solusi berlandaskan kitab suci dan hadist nabi.
Kiranya ujian keberanian dan kesabaran cukup untuk contoh singkat, menerangkan bahwa ujian di pondok pesantren itu banyak. Untuk itu proses diujinya seorang pesera didik, oleh penyelenggara pendidikan adalah bagian dari sempurnanya pendidikan itu sendiri.
Kebetulan ada artikel berkaitan dengan hal ini, monggo dibaca di sini:
Kenaikan Kelas Santri; Proses Pendidikan Lanjutan.
Ujian di pesantren bersifat spesial dan sakral dengan memiliki 2 dimensi arti, yaitu dalam arti ujian ruhani dan dalam arti ujian jasadi. Dalam arti ruhani ujian berbentuk abstrak dikendalikan sepenuhnya oleh niat, hati dan pola pikir. Sedang dalam ujian jasadi itu sendiri ada 2 yaitu: Resmi atau tidak resmi. Dan yang resmi itu dipisahkan dalam dua, yaitu ujian lisan dan ujian tulisan. Sedangkan yang tidak resmi ada banyak, beragam, bahkan kehidupan seluruh santri dan santriwati selama tinggal di pesantren, itu sendiri adalah ujian yang tidak resmi yang diuji setiap saat tanpa sadar mereka. Telah diuji berkali-kali.
Agak njelimet ya kayaknya, tapi kalau dibaca pelan-pelan, dan dicoba memvisualisasikannya, maka akan terlihat jelas susunan strukturnya In Sya Allah.
Jika boleh menyimpulkan maka apa saja ujian di pesantren selain ujian lisan ‘syafahi’ itu? Ada banyak. Di antaranya ujian kesabaran, ujian keberanian, ujian ketangkasan, ujian kemandirian, ujian keuletan, ujian ketaatan, ujian keistiqomahan, ujian ke… dan ujian ke… yang lainnya, masih sangat panjang jika diurutkan lebih mendalam.
Di akhir kata, ada ungkapan menarik yang sering orang-orang bilang, setiap kali mereka usai mengunjungi pesantren “Jika pernah sekali meneguk air dari pesantren, ada rasa dahaga yang tidak terlepas hingga membawanya untuk kembali meminum air pesantren itu lagi dan lagi.” Apakah itu ujian bagi mereka? Atau itu malah keberkahan dari Allah untuk mereka? Mereka kecipratan rasa rindu untuk datang lagi. ujiankah itu atau berkah kah itu? Wallahu a'alam.
Semoga para pembaca terhibur dengan catatan singkat ini.
Terima kasih banyak-banyak, kepada seluruh pembaca yang berbaik hati membaca hingga akhir tulisan ini.
Salam hangat dari blogger yang masih terus belajar ini.
Salam cinta menulis, salam ikhlas untuk berbagi.
Catatan ke-13 Tentang Pesantren
Oleh: Irwan Haryono Sirait, S.Fil.I., M.Pd (IHS)
Medan, Jum'at, 18 November 2022, 11.45 wib