Jika menulis mengejar harta, mengejar kaya apakah boleh? Boleh saja mengapa tidak. Jika menulis mengejar terkenal, apakah boleh? Boleh saja mengapa tidak. Namun saya tidak yakin kalian akan memiliki amunisi yang cukup banyak untuk bisa tetap konsisten menulis jika motivasinya itu.
Ada sebuah analogi menarik, Bang Tere menceritakan kisah seekor pipit, penyu dan sebuah pohon kelapa, hidup di permukiman kecil di pinggir pantai parangtritis, begitulah kira-kira; singkat cerita, perhari itu mereka berpisah dalam kurun waktu cukup lama, setelah 3 tahun mereka bertemu lagi di tempat yang sama, maka berceritalah masing-masing dari mereka.
Si pipit bercerita aku sudah terbang ke sana ke sini, dan dari atas ku perhatikan seluruh keindahan alam di atas bumi, ada Gedung-gedung pencakar langit, hijaunya hutan, lautan, sungai dan keindahan dunia yang lainnya dapat ku saksikan dari atas. Waw cerita yang sangat menarik. (ucap penyu dan pohon kelapa sambil mendengarkan). Selanjutnya kedua, Penyupun bercerita yang sama, dia menceritakan keindahan dasar laut, keindahan lautan berbeda selat, ternyata lautan lebih luas dari daratan, ternyata lautan berbeda suhu dinginnya di setiap musim, dia pernah mendapati musim panas, musim semi, musim dingin sekalipun, seluruhnya sangat luar biasa. (semua yang mendengarkan ceritanya pun terkagum). Dan terakhir pohon kelapa ditanya kemana saja 3 tahun terakhir, maka jawabannya tidak ada, dia hanya disitu saja.
Disini letak keadilan itu ada. Mengapa adil? Karena pohon kelapa yang tidak kemana-mana itu; qodarullah memiliki buah yang luar biasa lebat, begitu matang sudah saatnya dipanen dia jatuh, di bibir pantai, lambat laun terbawa ombak, terdampar di tengah lautan dan berhenti di daratan China, Afrika, Hindia, Jepang, Kanada, Australia, Inggris, bisa jadi kelapa yang tumbuh di sana adalah berasal dari kelapa tua di sini. (sambut penyu dan pipit saat melihat pepohonan ketika mereka mengelilingi dunia).
Dari kisah singkat di atas, yang ingin digarisbawahi adalah adanya sudut pandang yang berbeda dari sisi penulis, seyogyanya berfikir layaknya sudut pandang pohon kelapa. Bahwa walaupun tidak kemana-mana, namun karyanya bisa kemana-mana. Walaupun dia tidak dapat hadir di banyak tempat, tapi karyanya dapat merubah banyak orang. Cukup dengan memberikan inspirasi, dapat menjadikan kita lebih berarti di mata orang lain. Maka perlu ditanamkan pemahaman bahwa menjadi penulis itu pada hakikatnya adalah aktifitas mencemplungkan 1 (satu) demi satu buah kebaikan. Dan semoga kebaikan itu bisa dibawa dan disebar luas sebagaimana kelapa dibawa ombak berkeliling dunia.
Begitulah kira-kira keterangan Bang Tere Liye yang dia sampaikan dalam rekaman youtube dengan chanel bijak tv yang barusan saja saya tonton, dengan judul: Tere Liye II Motivasi Tere Liye Menulis II Bijak TV berikut linknya, slilahkan diklik: Tere Liye Membongkar Rahasia Menulisnya.
Selain itu ada juga tulisan saya yang mungkin bisa teman-teman kunjungi di link berikut: Saatnya Menulis Sekarang! Bukan Besok Tapi Sekarang.
Atau bisa juga mengunjungi link tulisan saya selanjutnya yang berjudul: Tulislah Buku yang Kamu Sendiri Suka Membacanya. Inspirasi dari buku mas Ahmad Rifa'i Rif'an.
Sampai di sini, sejenak saya tertegun dan terdiam, rasa-rasanya, cukup kisah dan penutup tadi menjadi akhir dari tulisan ini. Terima kasih bang Tere sudah berbagi dan menginspirasi. Jazakumullah khoir.
Luar biasa . .
ReplyDeleteThank you tadz :)
DeleteMasyaallah my lacture
ReplyDeleteThank you ush,
DeleteAnti juga, semangat mengisi blog yang udah dibuat kemarin ya..