Sekali Meminum Air Pondok, Rindu Untuk Kembali: Pengalaman Nyantri Berkesan
Pengalaman menjadi calon santri, menjadi santri, menjadi alumni bahkan menjadi guru bagi santri adalah pengalaman bernilai yang tak terhingga. Seperti lomba marathon, masih dengan orang yang sama namun berlari dalam rute yang selalu berbeda rasa walau di tempat yang sama. Walaupun kalender kegiatan bersifat tetap namun SDM yang dididik selalu saja baru, jadi tidak ada kata pengulangan, yang ada keistiqomahan untuk membangun negeri.
Calon Santri Baru
Dirunut sejak awal menjadi calon santri merasa harap-harap cemas apakah bisa diterima atau tidak, jika diterima orang tua pasti senang, jika tidak diterima agaknya orang tua bersedih, dan aku tak ingin orang tua sedih. Begitulah dulu waktu masih calon santri. Sesimple itu berpikirnya, meskipun tak begitu paham apa maksud dan tujuan dimasukkan ke pesantren. Kalkulasi kasar keinginan: 80 persen keinginan orang tua, 10 keinginanku karena mengikuti kepada kakak dan saudara yang duluan menjadi santri pondok pesantren, sedangkan 10 persen lagi takdir Allah memudahkan jalan.
Setelah pengumuman eh ternyata lulus menjadi santri pesantren. Detik itu juga aku merasa bahagia, dan di detik yang sama, ada sekian urutan tanya yang terus tak henti-henti berputar di kepala, mudah-mudahan ini adalah jalan yang terbaik, mudah-mudahan tidak akan terjadi apa-apa. Sekali lagi sesimpel itu berfikirnya.
Menjadi Santri
Menjadi santri ternyata dinamikanya begitu dinamis, pergerakannya haroki, tidak pernah berhenti, maka benar kata-kata abang kakak senior menasehatiku sebelum masuk pesantren, di sini ukhuwah islamiyahnya kuat, ke mana-mana ada yang nemani, tidak pernah sendiri, sampai ketika terbangun malam ingin ke kamar mandi juga ternyata tidak sendiri, ada saja yang juga terbangun. Jadi jangan takut tidak memiliki teman ya.
Menjadi Alumni
Menjadi alumni dan guru nampaknya menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan, karena KMI bersistemkan ‘Kulliyatul Mu’allimin Al Islamiyah’, (Kuliah Menjadi Guru), maka barometer kesuksesan santri adalah ketika tamat dari pesantren mampu menjadi guru. Dan guru itu juga beragam bentuknya. Tidak mesti menjadi guru di pesantren, tidak mesti menjadi guru di sekolah-sekolah, sebab guru adalah karakter yang sudah tertanam dalam jiwa santri.
Maka dalam hal apapun ia selalu bermentalkan guru, sabar untuk mengajarkan ilmu dan hal baru, selalu perhatian pada siapa saja yang belum tahu dan paham, semangat untuk selalu berbagi pengetahuan, semangat untuk saling mengedukasi. Pada intinya dalam profesi apapun nantinya santri bekerja, sejatinya mereka semuanya adalah guru.
Setitik Rindu
Ada hal yang unik yang rasanya dialami oleh para santri. Ketika masih calon santri, ingin diterima menjadi santri, agar lega tidak was-was. Ketika diterima ingin cepat-cepat menjadi alumni, agar bisa bebas tanpa diikat dengan disiplin yang ketat. Ketika sudah menjadi alumni eh, ada perasaan ingin menjadi santri kembali, agar waktunya lebih tertata, ibadahnya lebih terjaga, sebab seburuk-buruk pelanggaran di pesantren masih lebih kecil dibandingkan pelanggaran di dunia luar. Setitik rindu selalu tersimpan untuk pondok tercinta. Tidak berlebihan jika ada ungkapan berbunyi “sekali santri meneguk air pondok, sedetik itu juga dia akan merindu untuk kembali lagi.”
Sekali meminum air pondok, ada berjuta rindu untuk kembali, ada kenangan pertemanan dari kecil hingga dewasa, ada perputaran orang yang silih berganti, ada nasehat yang terus diulang-ulang berkali-kali, ada kuliah umum yang terus tak henti-henti untuk mengingatkan santri, ada kebersamaan kepanitiaan yang menciptakan momentum persahabatan akrab dan kuat, semakin kokoh setelah melalui cobaan, kritikan, evaluasi panjang dari proses pendidikannya.
Seteguk air terminum, dahaga hilang rindupun semakin tak tertahan, banyak rindu yang tersimpan, termanifestasi lewat rekomendasi ajakan untuk teman-teman, saudara seiman. Siapapun yang mencari pondok pesantren untuk anaknya, pondokku dulu nyantri, itulah salah satu yang menjadi solusi.
Yah demikianlah rasanya pernah tinggal di pondok, banyak kisah yang dilalui.
Untuk menceritakannya, butuh berjuta detik mengingatnya kembali, butuh berjuta hari untuk menuangkan memorinya dalam tulisan kembali.
Terima kasih teman-teman yang baik hati.
Sudah membaca hingga sejauh ini.
Semoga ada manfaatnya.
Wassalammu’alaikum wr. wb.
0 comments :
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi dan berkomentar bijak di situs ini.