Medan, 7 Januari 2025.
Malam ini dengan tanpa diterka tanpa diduga, dengan penuh rizki aku di ajak kaprodi bertemu teman semasa kecilnya. Dengan tanpa menolak aku juga mengikutinya.
Setelah bertemu di Sobat-e cafee yang telah dijanjikan, maka perbincanganpun mengalir seperti layaknya kran yang dibuka, mengucur sejak awal hingga akhir.
Perbincanganpun melebar dengan banyak topik dan tema, dari mulai tema masa kecil, pergaulan dibonceng ‘lereng’ (sepeda) sepulang sekolah, tidak pernah berantam sejak kecil, hingga keputusan masuk pesantren, yang satu masuk ke Pesantren Ar-Raudlatul Hasanah di Medan dan yang satu lagi masuk Pesantren Darul Arafah Deli Serdang, sampai kini masing-masing berkiprah di almamaernya sebagai dosen dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) masing-masing.
Tidak cukup sampai disitu, perbincanganpun dilanjutkan dengan penyelesaian perselisihan yang berada di satu kampung, tentang pencarian solusi menyelesaikan masalah antara orang yang berilmu dan orang yang kurang ilmu.
Dalam upaya bersikap, kembali aku diingatkan tentang kisah perdebatan Harimau dan Keledai tentang warna rumput, Harimau bilang warna rumput itu hijau, dan keledai bersitegang urat bahwa warna rumput itu biru, perdebatanpun panjang tidak ada habis-habisnya, hingga akhirnya keduanya sepakat untuk menghadap raja singa, sehingga bisa menjadi hakim yang adil untuk melerai perdebatan ini.
Singkat cerita, usai Harimau dan Keledai menyampaikan perselisihan pendapat mereka, maka raja hutan Singa menyampaikan bahwa: “Untuk perdebatan ini Harimau yang benar, rumput berwarna hijau bukan biru,”(senang lah harimau ketika itu) “tapi karena perdebatan ini, harimau yang dihukum” (bersorak sorai si keledai, karena senang Harimau di hukum). Dengan penuh rasa ingin tahu, orang bener kok dihukum, lantas harimau bertanya pada raja hutan “Apa salah saya, kenapa saya dihukum? Kan saya benar!”, “Salahmu satu, udah tahu keledai kok diajak berdebat, udah tahu tak berilmu mengapa bersitegang urat!” Jawab raja Singa.
Dari kisah yang kembali diingatkan ustadz Usman barusan, Aku jadi teringat tentang fenomena yang terjadi saat ini, bukan benar-benar berilmu tapi mendebat dengan merasa paling benar, paling hebat, padahal masih jauh panggang dari api, ilmunya belum ada seujung kuku, dari yang didebat.
Mendapat pengetahuan tambahan lagi, bersabar-sabarlah jika perdebatan itu tidak memiliki value yang sama, sebab akan berujung pada satu titik perpisahan dan pertikaian, sedangkan damai itu indah, bertikai itu menyisakan marah dan gusar walaupun setetes.
Banyak hal ahwal, ibroh dan hikmah dari kisah yang kembali diingatkan di atas, sejenak hati tenang, kembali menyadari bahwa inilah dinamika dunia, saat ini benar-benar sedang tinggal di dunia, tempat manusia berkeluh kesah, tempat manusia menyombongkan diri, tempat manusia menghinakan diri, tampat manusia beribadah sebanyak-banyaknya, tempat manusia berdoa dan berharap pada tuhan yang maha kuasa, dan tempat akhir manusia bertransportasi menuju akhirat yang kekal, abadi, immortal nantinya.
Panjang perbincangan sebenarnya, namun untuk catatan ringan kali ini, cukup kiranya aku hentikan di sini, semoga sedikit tapi memberikan pencerahan dan insight baru bagi teman-teman pembaca, terima kasih sudah mau membaca hingga sejauh ini, semoga teman-teman sehat selalu.
Salam santri, Santri berilmu, santri sholeh, santri sehat dan santri kreatif.
Akhir kata, Wassalamu’alaikum wr wb.